
Empati dalam Komunikasi Krisis: Studi Kasus Pernyataan Hasan Nasbi
Beberapa minggu yang lalu, pernyataan Hasan Nasbi tentang kasus teror kepala babi di kantor Tempo menjadi sorotan publik. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan ini ramai diperbincangkan di media sosial pada Minggu (23/5/2025).
Insiden ini bermula ketika sebuah kepala babi dikirim ke kantor Tempo sebagai bentuk teror. Saat diminta tanggapan setelah menghadiri Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan Jakarta pada Jumat (21/3/2025), Hasan menjawab dengan santai: "Sudah, dimasak saja."
Hasan kemudian menjelaskan bahwa pernyataan tersebut bukan untuk meremehkan ancaman terhadap pers, melainkan karena ia mengikuti cara jurnalis Tempo yang menanggapi teror ini dengan santai. Menurutnya, pendekatan tersebut bisa menjadi cara untuk menggagalkan upaya teror yang bertujuan menimbulkan ketakutan. Ia juga menegaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen menjaga kebebasan pers (Kompas, 2025).
Namun, pernyataan ini menuai banyak kritik, terutama dari masyarakat dan kalangan pers. Banyak yang menilai bahwa dalam situasi seperti ini, seorang pejabat publik seharusnya menunjukkan empati alih-alih merespons dengan candaan. Deputi Balitbang Partai Demokrat, Syahrial Nasution, menilai pernyataan Hasan Nasbi mencerminkan "sikap yang miskin etika" dan tidak pantas disampaikan oleh seorang pejabat negara. Ia menekankan bahwa ancaman terhadap pers seharusnya ditanggapi dengan serius, bukan dijadikan bahan candaan (Detik, 2025).
Sementara itu, Pendiri Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti, menilai pernyataan Hasan sebagai bentuk pengabaian pemerintah terhadap kebebasan pers. Ia menyatakan bahwa respons semacam ini memberi kesan bahwa negara tidak peduli terhadap keselamatan warga dan menurunkan kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah dalam melindungi kebebasan berekspresi. Ray bahkan menyarankan agar Hasan mempertimbangkan untuk mundur dari jabatannya sebagai langkah yang lebih terhormat (MetroTV, 2025).
Dalam kasus ini, pemerintah sedang diuji untuk menunjukkan komitmennya terhadap kebebasan pers, terutama dalam situasi sensitif seperti RUU TNI yang juga tengah menjadi sorotan. Respons yang lebih empatik dan sensitif terhadap isu ini dapat memperkuat kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah dalam melindungi kebebasan pers.
Menurut Reynolds & Quinn Crouse (2008), komunikasi krisis yang efektif harus mengedepankan empati agar dapat membangun keterbukaan serta kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Selain itu, penelitian oleh Schoofs, Claeys, De Waele, & Cauberghe (2019) menunjukkan bahwa rasa empati dalam komunikasi krisis dapat memberikan sinyal bahwa institusi atau organisasi memiliki tanggung jawab moral, yang pada akhirnya memperkuat reputasi dan efektivitas komunikasi.
Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, menilai bahwa pernyataan Hasan Nasbi mencerminkan penyepelean terhadap harkat hidup manusia. Ia menekankan bahwa pengiriman kepala babi dalam kasus ini bukan sekadar soal makanan, tetapi merupakan simbol intimidasi yang serius. Menurutnya, tindakan ini dapat dikategorikan sebagai bentuk ancaman yang memiliki konsekuensi hukum berdasarkan Pasal 335 dan 448 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) (Kompas, 2025).
Pernyataan Hasan Nasbi menunjukkan kurangnya empati karena situasi yang secara objektif serius ditanggapi dengan candaan, dan kurangnya kemampuan Hasan Nasbi dalam menempatkan diri dalam posisi pihak yang sedang diancam. Akibat dari pernyataan ini adalah:
Menurunnya Kepercayaan Publik.
Jika pemerintah terlihat tidak serius dalam menanggapi ancaman terhadap pers, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan terhadap komitmen pemerintah dalam menjamin kebebasan berekspresi.
Eskalasi Konflik.
Respons yang tidak empatik bisa memperburuk situasi, memicu lebih banyak kritik, dan membuat masyarakat semakin tidak puas terhadap pemerintah.
Dampak pada Citra Institusi.
Komunikasi yang buruk dapat menciptakan persepsi negatif terhadap lembaga pemerintah, yang pada akhirnya dapat berdampak pada stabilitas politik dan sosial.
Menurut Coombs (2019), komunikator publik dalam situasi krisis harus:
Mendengarkan dan memahami dampak krisis sebelum memberikan pernyataan
Menggunakan bahasa yang menunjukkan empati dan sensitivitas terhadap pihak terdampak.
Mengakui keseriusan situasi dan menunjukkan komitmen dalam menyelesaikannya.
Menyampaikan langkah konkret untuk mengatasi krisis dan mencegah eskalasi.
Kita dapat belajar dari kasus ini bahwa pejabat publik harus lebih menunjukkan kemampuan untuk mengerti posisi dan sentimen publik sebelum menyampaikan pernyataan mereka, terutama dalam situasi krisis. Dengan menerapkan komunikasi krisis yang berempati, pemerintah dapat memperkuat hubungan dengan masyarakat dan menjaga stabilitas sosial dengan lebih baik.
Penulis: Hanifa Laila Zaituna
Editor: Muhammad Lauda
Referensi
Coombs, W. T. (2019). Ongoing Crisis Communication: Planning, Managing, and Responding (5th ed.). SAGE Publications.
Kompas. (2025, Maret 23). Komunikasi Pemerintah dan Ketidakpekaan terhadap Krisis di Masyarakat. Retrieved from https://www.kompas.id
Kompas. (2025, Maret 24). Pernyataan Hasan Nasbi soal Kepala Babi Dinilai Menyepelekan Harkat Hidup. Retrieved from https://www.kompas.id
Detik. (2025, Maret 23). Demokrat Kritik Pernyataan Hasan Nasbi soal Kepala Babi di Tempo Agar Dimasak. Retrieved from https://www.detik.com
MetroTV. (2025, Maret 23). Buntut Respons Teror Kepala Babi, Hasan Nasbi Diminta Mundur sebagai Jubir Istana. Retrieved from https://www.metrotvnews.com
Reynolds, B., & Quinn Crouse, S. (2008). Effective Communication During an Influenza Pandemic: The Value of Using a Crisis and Emergency Risk Communication Framework. Health Promotion Practice, 9(4), 13S-17S.
Schoofs, L., Claeys, A.-S., De Waele, A., & Cauberghe, V. (2019). The Role of Empathy in Crisis Communication: Providing a Deeper Understanding of How Organizational Crises and Crisis Communication Affect Stakeholders’ Emotions, Attitudes, and Behavioral Intentions. Journal of Business Research, 97, 193-208.
Leave a comment
Your e-mail address won't be published. Required fields are mark *