
Riset dalam Praktik Public Relations
"PR tanpa riset itu seperti mobil tanpa GPS: bergerak, tapi tak jelas arahnya."
Banyak orang berpikir Public Relations (PR) adalah sekedar keahlian berbicara, membuat kegiatan keren, atau merangkai kata dalam siaran pers. Tapi sesungguhnya, di balik semua aktivitas itu, ada satu hal fundamental yang sering luput: riset.
Riset adalah pondasi yang menentukan apakah sebuah kampanye atau praktik PR akan sukses atau malah tenggelam tanpa jejak. Dengan riset, PR bisa memahami audiens lebih dalam, merumuskan pesan yang relevan, memilih media yang tepat, bahkan mengukur efektivitas strategi yang dijalankan. Tanpa riset, PR hanya mengandalkan insting, dan itu berbahaya di era serba data saat ini.
Manfaat riset dalam PR itu luas. Pertama, riset membantu mengidentifikasi siapa target audiens, apa kebutuhannya, apa ketakutannya, dan di mana mereka berada. Kedua, riset membuat pesan PR menjadi lebih tajam karena disusun berdasarkan fakta, bukan asumsi. Ketiga, riset membantu memetakan kompetisi: siapa pemain lain, bagaimana mereka berkomunikasi, dan peluang apa yang belum diambil. Akhirnya, riset juga penting untuk evaluasi. Tanpa data awal, bagaimana kita tahu apakah kampanye kita berhasil atau tidak?
Tentu saja, melakukan riset untuk PR tidak selalu mudah. Pertama, riset PR dapat terkendala keterbatasan waktu dan anggaran. Hal ini sering membuat riset PR harus dilakukan dengan sumber daya minimal. Kedua, sulitnya mengakses data primer, terutama kalau target audiens kita tersebar atau tidak terbiasa memberikan feedback. Ketiga, terkadang ada tekanan internal untuk segera "action" tanpa riset matang, karena kejar tayang atau ekspektasi manajemen.
Tapi jangan khawatir. Ada beberapa tips agar riset PR tetap efektif. Pertama, gunakan kombinasi riset primer (seperti wawancara atau survei) dan sekunder (literatur, laporan industri) untuk menghemat waktu dan biaya. Kedua, fokuskan riset pada pertanyaan kunci yang benar-benar dibutuhkan, jangan terlalu melebar. Misalnya, "apa kekhawatiran utama audiens tentang produk ini?" jauh lebih berguna daripada bertanya hal-hal umum. Ketiga, manfaatkan teknologi: online tools, media monitoring, hingga analisis media sosial. Data-data digital tersebut bisa jadi sumber yang sangat berharga dengan biaya minim.
Riset dalam PR itu ibarat menyiapkan peta sebelum perjalanan. Mungkin memang butuh waktu di awal, tapi justru itulah yang menghindarkan kita dari tersesat, membuang-buang energi, atau lebih parah lagi: kehilangan kepercayaan publik. Jadi, lain kali sebelum meluncurkan kampanye PR, jangan lupa tanya dulu: "Sudah ada datanya belum?"
Jadi, jangan anggap riset sebagai pekerjaan tambahan yang membebani. Justru riset adalah sahabat setia PR untuk bergerak lebih cerdas, bukan sekadar lebih cepat. Kalau mau kampanye PR lebih dari sekadar 'viral, dan tenggelam', mulailah dengan langkah kecil: biasakan bertanya, cari tahu, dan memahami data. Karena PR hebat bukan yang paling heboh, tapi yang paling paham kenapa ia berbicara.
Tertarik untuk mengadakan riset, diskusi, atau konsultasi tentang riset PR? Cek instagram @cprocom atau narahubung 08111192468 untuk informasi pelatihan atau diskusi lebih lanjut.
Leave a comment
Your e-mail address won't be published. Required fields are mark *